Thursday, January 24, 2013

Goresan menuju Imajinasi


Sesekali melihat hal baru,
Membawa imajinasi warna ke dalam sepi,
Seolah Menebarkan Cerita dalam Kertas,
Lukisan badai, api, hujan deras..

Tak peduli apapun yang singgah lewat
Elok rupa tak terbayang
Namun goresan garis yang berawal titik
Bercerita pada alam, seraya terus mengelitik..

Tak pernah disangka, bahwa goresan itu bagai kerosin
Dimana sepercik api meyebar membakar hati
Tak peduli siapa, apa, dimana..

Bagaikan penggerak, bagaikan angin
Memberikan arah seraya berkata carpe diam
Seolah berteriak mimpi itu ada di depan mata

Jangan hanya dilihat, namun tangan dan kaki gerakkan
Gebrakan menuju simfoni aurora
Menuju puncak dari puncak
Menuju palung dari palung

Goresan itu pengaruh bak perahu layar
Tersadar akan tiupan angin
Hidup percaya akan arah dari rasi dan arah lilin
Goresan kumpulan titik menuju perubahan
Perubahan dimana apa yang dituju terlihat depan mata

Jakarta, 18 Desember 2012 , adp_skywalker


Read more…

Titik Puncak



Itukah puncak bukit?

Ya, puncak yang dicapai
Pesona alam seraya berkata
“Apakah kamu bangga denganku?”
Mendengar bisikan alam, mencapai puncak itu,

Bisakah kau berkata aku berhasil?
Itulah yang kau capai, titik tertinggi yang kau lihat

Tidak, itu bukanlah puncak bukit
Kutemukan titik tertinggi lain
Ia tak jauh di di atas kepalaku, di depan matamu..

Apakah yang kau lihat, tak ada yang tampak kasat mata

Kau akan melihatnya kawan, rasakan depan kepala
Tak boleh absurd
Percaya boleh, yakin lebih baik, dan berteriak BISA itu perlu..

Itukah yang kau maksud, titik galaksi yang berdiri mendekat

Kau cepat mendapat panggil itu,
Itulah yang seharusnya disebut, titik itu..

Ya, itu ku sebut titik puncak
Jauh di mata dekat di hati

Bukan Kawan, Jauh disana, jauh dimata, dekat di hati..

Jakarta, 15 Desember 2012, Annisa Dewanti Putri


Read more…

Saturday, January 19, 2013

Ayah Nomor Satu di Dunia, itulah Papa


Oleh : Annisa Dewanti Putri[1]

Pagi itu ia berangkat ke tanah suci. Sebuah kota impianya yang tidak sebanding dengan kota-kota megapolitan di belahan dunia. Kota yang membuatnya begitu bahagia ketika mendapatkan tugas kesana. Ia adalah papa. Seperti yang dikutip dari buku Andrea Hirata dari trilogy Laskar Pelangi,  “Itulah ayahku, ayah nomor satu di dunia,” kata Andrea. Begitupula denganku, memiliki ayah nomor satu di bumi bahkan di dunia yang kusebut dengan PAPA.

Tak ternilai begitu besar kasih sayangnya dibalik sifatnya yang sedikit tempramental. Teringat dari saat aku kecil. Aku dan adikku (baca : Akbar) digendongnya di bandara setiap kami pulang ke Jakarta. Saat itu jadwal di bandara Igusti Ngurahrai[2], penerbangan memang terbilang malam. Anak-anak seusia kami layaknya sudah tertidur lelap. Aku tertidur di kasur ternyaman yaitu di pundak. Itulah yang terjadi, kami tidur di pundak Papa dan Mama.

Suatu hari saat kakiku menginjak kelas satu Sekolah Dasar, guruku memberikan tugas yang menurutku sangat sulit membuatnya. Tugasnya yaitu membuat sebuah Prototype perahu layar. Begitu aneh setelah kupikir pikir, seorang anak bagaikan seorang insyinyur kelas atas yang disuruh membuat model terkait naval arsitektur seperti itu. Ya memang tujuanya untuk meningkatkan kreativitas. Namun dibalik ekspresi innocent yang tertera di wajahku, Papa muncul membawa perkakas dan sebotol susu bekas dengan beberapa orang-orangan Lego[3]. Dia membuatkan sebuah perahu botol susu yang setelah sekarang aku ingat itu desain yang begitu keren dengan dihiasi mainan karakter Lego tersebut. Menyesal perahu itu tak disimpan. Tak kusangka, saat itu  aku hanya begitu senang layaknya anak kecil yang diberi mainan.  Sampai kapanpun memori soal wujud perahu mini buatan ayah akan selalu teringat di otakku.

Penulis, Mama, Papa. Sumber : Penulis 2012
Papa selalu bersedia menemani kami di setiap  jenjang pendidikan anak-anaknya. Setiap aku, adik-adiku ikut serta dalam lomba, ia selalu ada disana, diluar sambil berdiri menunggu dengan doanya. Jika hasilnya menang atau lolos ia berkata, “Anak papa hebat,” atau “Itu baru anak Papa,” . Juga, meski kami kalah atau mungkin mengecewakanya ia berkata, “ga apa-apa,” sambil mengusap kepala ini yang mungkin sudah penat namun karena usapanya terasa sejuk kembali.

Diatas hanya beberapa kisah luar biasa yang mewakili kisah sayang Ayah nomor satuku itu. Masih banyak kisah yang terlalu panjang diluapkan dengan kata-kata. Kisah yang membuatku selalu berkata dalam hati kecil ini, “Papa, ayah nomor satu,” Papa yang begitu aku sayangi.
Memarahiku disaat aku salah jalan.
 Mengajarkanku cara bersepeda dan berkendara.
Memikirkanku disaat aku ada masalah.
Membuatkanku sebuah mainan.
Menyalakan kaset surat Al-Quran.
Membawakanku makanan kesukaan.
Mengantarku disaat aku butuh tumpanganya.
Menggendongku disaat aku tak bisa berjalan.
Dan mendoakanku setiap saat.

Pesan : Sayangilah selalu orang tua meski begitu sering memarahi kita. Mereka adalah kunci kita berada di dunia. Bagaimanapun sikap itu, selalu selipkan mereka dalam doa kita.

Jakarta, 20 Januari 2013
Ditulis untuk persembahan hadiah Ulang Tahun Papa ke-53



[1] Mahasiswi Teknik Sipil Universitas Negeri Jakarta 2011
[2] Bandara di kota Denpasar, Bali
[3] Sejenis alat permainan bongkah plastik kecil yang terkenal di dunia khususnya di kalangan anak- anak atau remaja tidak pandang lelaki ataupun perempuan.  Alat permainan ini dikeluarkan oleh Perusahaan LEGO dari Denmark. (kompasiana.com)

Read more…