Friday, October 31, 2014

Bahasa Indonesia Vs Bahasa Daerah

Oleh: Annisa Dewanti Putri

Jika ditanya soal Bahasa yang mayoritas dipakai seorang Warga Negara Indonesia, ia tak akan ragu untuk menjawab ‘Bahasa Indonesia.’ Beberapa hal terkait dampak yang dapat dianalisa mengenai Bahasa Indonesia dengan Bahasa Daerah bisa terlihat.  Pertemukan segala macam suku dalam satu ruang yang sama, maka mereka semua akan memakai Bahasa Indonesia antara indivu. Dalam hal ini, Bahasa Indonesia sebagai  bahasa pemersatu antara semua bahasa daerah sehingga meningkatkan kesepahaman.

Ada beberapa kata dalam bahasa Indonesia seperti ‘sontek’  atau bahkan yang lebih rumit seperti ‘segregasi’ yang tak dapat ditemukan dalam bahasa daerah. Melihat hal itu   Kosakata dalam bahasa indonesia dapat melengkapi kosakata yang tidak terdapat dalam bahasa daerah, terutama kosakata yang berasal dari aktivitas global. Segala makna khusus sulit ditemukan dalam suatu bahasa daerah. Bahasa Indonesia akan lebih bersifat spesifik dan kosa katanya mengalami perkembangan seiring dengan berjalanya waktu dan bertambahnya teori di dunia.

sumber gambar: Google Image
Selain daripada dampak Positif yang bisa disebar oleh Bahasa Indonesia, pengaruh negatif juga bisa menjadikan Bahasa Indonesia sebagai pedang beracun bagi Bahasa Daerah. Salah satunya adalah berkurangnya penutur bahasa daerah yang berjumlah sekitar 756 bahasa. Berdasarkan majalah Tempo edisi 12 Maret 2012, terdapat 5 bahasa dengan penutur paling sedikit seperti bahasa Beilel (NTT), Mapia (Papua), Hukumina (Maluku), Tandia (Papua), dan Kayeli (Maluku). Penggunaan Bahasa Indonesia yang lebih sering dan umum menjadikan masyarakat daerah malas untuk mempelajari dan mengembangkan  Bahasa Daerahnya karena sebuah dominasi. Hal inilah yang menyebabkan kepunahan bahasa daerah karena jarang yang menguasainya.

Daerah urban yang lebih beragam dengan suku karena sebagai daerah pusat menjadikan penggunaan bahasa indonesia menjadi bahasa jembatan berbagai pihak, meski kota tersebut merupakan daerah teritorial suatu suku.  Dari hal seperti ini, Bahasa Indonesia dapat menimbulkan pergeseran bahasa, dimana bahasa daerah tidak lazim dipakai dalam daerah urban tertentu karena pluralnya suatu daerah urban. Sehingga bahasa yang jadi dominan digunakan oleh individu tertentu adalah bahasa nasional (Bahasa Indonesia).

Sekarang, jika beralih ke Bahasa Daerah pun memiliki dampak yang postitif dan negatif jika digunakan. Hal pertama yang bisa diberikan sebuah Bahasa Daerah dapat menambah dan melengkapi perbendaharaan/kosa kata dalam bahasa indonesia. Banyak istilah budaya yang bisa ditemukan dalam suatu suku. Salah satu contohnya  bisa dirasakan pada penamaan warisan budaya tertentu seperti moko atau bonang pada gamelan. Bahkan dalam suatu acara istilah sekaten mungkin tidak akan asing kedengaranya.

Dampak baik berikutnya pada penggunaan bahasa daerah yaitu sebagai pendukung dan pelengkap bahasa indonesia. Bahasa daerah bisa menjadi pengantar awal menuju bahasa Indonesia. Karena, secara tidak langsung beberapa bahasa daerah tidak jauh berbeda dengan bahasa indonesia. Tak lebih, kosa kata dalam Bahasa Indonesia banyak yang berasal dari Bahasa daerah itu sendiri. Maka tak jarang melihat KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) yang di dalamnya tertera beberapa kosa kata dari bahasa daerah itu sendiri.

Selain daripada pengaruh positif yang bisa ditimbulkan sebuah Bahasa Daerah, iapun tetap memiliki pengaruh buruknya juga. Salah satunya yaitu dapat menimbulkan gejala pemertahanan bahasa. Dimana bahasa lokal atau daerah tetaplah menjadi keseharian bahasa di daerah tertentu, sehingga masayarakat tidak memahami bahasa indonesia secara mendalam.

Sebuah ancaman berikutnya dari penggunaan Bahasa Daerah yaitu  dapat menimbulkan ambiguitas makna. Hal ini, mengingat banyaknya bahasa daerah dengan arti yang berbeda bisa memicu kesalahpahaman karena bunyi yang sama namun makna berbeda. Misalkan kata Mangga dalam bahasa indonesia adalah buah, sedangkan dalam bahasa sunda berarti silahkan. Tercampurnya istilah bahasa indonesia dengan bahasa daerah sehingga muncul kosa kata yang baru sesuai daerah asal atau logat penutur.

Segala macam dampak yang bisa diberikan pemakaian Bahasa Indonesia dan Bahasa Daerah memang menjadi sebuah tantangan. Tak heran, kedua bahasa ini merupakan hal penting untuk Negara Indonesia. Bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu, sementara Bahasa Daerah sebagai aset warisan budaya bangsa. Penggunaan keduanya sama-sama penting, tinggal bagaimana Warga Negara Indonesia dapat menempatkan kedua penggunaanya secara seimbang dan penuh guna, karena tak dapat dipungkiri bahasa me
miliki banyak makna.

Jakarta, 21 Oktober 2014
Postingan ini didedikasikan untuk KOMBUN, karena saya sedsng belajar menjadi blogger bermanfaat dan menginspirasi.
Istimewa Bulan Oktober: Bulan Bahasa dan Sumpah Pemuda


Read more…

Saturday, October 25, 2014

Tuan Rumah Di Negeri Sendiri (Esai Poros Mahasiswa)

Oleh: Annisa Dewanti Putri 



Sebelum di Edit:

Tahun 2014 sebagai tahun pergantian pemerintahan  dengan kursi Presiden beserta kabinetnya yang baru. Kejadian ini bertepatan dengan setahun sebelum Indonesia masuk ke dunia AEC (Asean Economic Community) 2015.  Bagi rakyat, negara ini menjadi teramat tertantang dengan Masyarakat Ekonomi Asean sebagai wadah persaingan global yang lebih luas.

Pemerintah tak akan lepas dalam tanggung jawabnya pada perhelatan liberalisasi perdagangan dalam AEC 2015. Persiapan dalam waktu kurang dari setengah tahun lagi akan menjadi tantangan yang besar. Hal tersebut mengingat negara ini akan menghadapi aliran bebas barang, jasa, dan tenaga kerja terlatih (Skilled Labor).

Pemerintah perlu menitikberatkan peran manusia Indonesia (Warga Negara Indonesia) sebagai baterai kemajuan Negara, mengingat persaingan ini tak akan berhasil tanpa Sumber Daya Manusia (SDM) yang kompeten dan berintegritas.  Baiknya peringkat Indonesia dalam Global Competitiveness Index Asian Economies meningkat dari peringkat 50 pada tahun 2013, kemudian peringkat 37 pada tahun 2014. Peningkatan yang cukup drastis, namun akan menjadi tantangan yang besar bagi pemerintahan baru mengingat tahun depan sebagai tahun AEC mulai terjadi.

Semua pertanyaan tersebut akan menjadi tantangan bagi pemerintahan baru, Bagaimana SDM dapat diangkat kualitasnya dibarengi dengan kuantitasnya yang tak kalah banyak. Begitupula mengangkat perihal Bagaimana agar semua jerih payah dari para SDM Indonesia sendiri dapat dinikmati oleh rakyat secara langsung tanpa dikuasai oleh Negara Asing tersendiri.

Sebagai negara kepulauan, SDM yang berkualitas perlu tersebar secara merata sehingga kemajuan tak hanya dirasakan daerah urban namun juga daerah rural. SDM tak lebih merupakan kunci dari pemecahan masalah dalam setiap tantangan yang dihadapi pemerintah bersama rakyatnya. Tak dapat dipungkiri bahwa keduanya merupakan bagian daripada SDM itu sendiri.

Pemerintah perlu menjadikan SDM dalam hal ini Manusia Indonesia beralih menjadi manusia yang mandiri tanpa banyak bergantung pada pasokan asing dan mengurangi perilaku konsumtif tetapi produktif. Mochtar Lobis dalam Manusia Indonesia (sebuah Pertanggungjawaban) juga telah menyinggung beberapa hal terkait perilaku negatif yang cenderung dimiliki Indonesia, salah satunya adalah tidak hemat dan cenderung boros. Hal ini akan mengarah kepada perilaku yang jauh dari kata produktif. Peluang seperti ini menciptakan kesempatan  bagi asing untuk lebih menguasai manusia

Indonesia dibandingkan dengan manusia Indonesianya yang menguasai dirinya.
Manusia Indonesia haruslah menjadi tuan rumah dalam negaranya sendiri, bahkan jikalau bisa menjadi saudagar di negara lainya. Pemerintah memegang peranan penting dalam membawa SDM  menghadapi persaingan global terkhusus AEC 2015 yang tak terasa akan berlangsung kurang dari setahun duduknya pemerintahan baru. Harapannya pemerintah bisa menjadi bos besar bersama rakyatnya sendiri tanpa perlu menjadi pion catur yang digerakkan oleh negara asing. Manusia Indonesia yang menjadi pemenang dan pemain dalam papan caturnya sendiri.

Jakarta, 20 Oktober 2014
Dimuat dalam Koran SINDO rubrik Poros Mahasiswa, dengan Tema Tantangan Pemerintahan Baru
(24/10/14)

Read more…