Saturday, September 26, 2015

EVEREST: Pengorbanan di Kaki dan Puncak Tertinggi

Sumber Gambar: www.Broadsheet.ie

Judul Film: Everest
Produksi: Baltasar Kolmakur (Sutradara), Tim Bevan dan Eric Fellner (Produser), Universal Pictures
Jenis: Petualangan, Thriller, Novel Baseed Story
Durasi: 121 Menit

Bagi traveler dan pendaki, mungkin banyak persepsi berbeda terhadap film bergenre adventure dan thriller ini. Film garapan Baltasar Kormakur ini menguraikan kisah pendakian sekelompok grup pendakian menuju Everest. Everest  menyajikan petualangan lengkap proses pendakian menuju salah satu dari 7 summit (Puncak Bumi). Melalui visi yang berbeda dari setiap pendaki, tekad membawa mereka untuk menuju puncak Gunung Everest bersama dengan Adventure Consultant.

Bagi Doug yang berprofesi sebagai salah seorang tukang pos, mencapai Puncak Everest adalah impian bagi anak-anak asuhnya. Dari sini, inspirasi bisa muncul. Tak jauh dari itu, Yasuko Namba, seorang wanita berumur 47 tahun menginginkan Everest sebagai pelengkap Pendakian nya yang ke-7 dari total 7 Summit. Alasan lain diungkapkan oleh Beck cukup singkat, “Becaues I can.” Baginya alasanya menaklukan Everest adalah karena Ia yakin Bisa.

Persaingan antara Konsultan pendakian disini terjadi, namun karena rintangan cuaca yang begitu berat, maka berujung pada kerja sama yang seharusnya sudah dilakukan sejak awal. 

Jika boleh dibandingkan dengan Film 5 cm yang berlatar di puncak Mahameru, film ini lebih menunjukkan realita dan pengorbanan berat daripada suatu pendakian menuju puncak. Everest tak hanya menunjukkan pengorbanan dan tantangan selama naik sebelum sampai puncak. Bagi mereka, untuk turun membutuhkan pengorbanan yang tak jauh berbeda saat naik.

Disinilah realita lebih banyak dimunculkan tanpa drama kebahagian karena pencapaian di atas puncak. Jika dikisah pendakian lain seolah segala hal berakhir bahagia setelah menyentuh puncak. Di Everest, mimpi mereka dapat menjadi nyata namun pada akhirnya sebagian harus ada yang dikorbankan. Terlebih, terlihat disaat oksigen menipis dan tabung portable menjadi hal yang paling krusial meski dalam perjalanan turun.

Yasuko, Doug, dan Rob lah yang selanjutnya menjadi korban. Tubuh mereka membatu di Everest karena kekurangan oksigen saat badai turun. Tak hanya orang-orang dari Adventure Conslutant, Scott dan Harold yang berusaha menyelamatkan kawanya berujung pada hypothermia berlebih.

Tinggalah perjuangan Beck turun yang sempat diprediksi mati di tengah badai salju. Ia berhasil mencapai Camp akhir meski pada akhirnya sudah tak dapat kembali turun karena luka yang cukup parah. Untungnya, pihak kedutaan Nepal bersedia menerbangkan Helikopter pada ketinggian yang dilarang untuk menyelamatkan Beck turun.

Epilogue ditutup oleh dokumentasi akhir memorial dari tokoh nyata film yang diangkat dari novel nyata berjudul Into Thin Air: A Personal Account of the Mt. Everest Disaster (John Krakauer). Setidaknya, Film yang berdurasi kurang lebih dua jam ini berhasil memberikan efek pendakian nyata di puncak tertinggi bumi. Ialah Everest, tepatnya di perbatasan antara negara Cina dan Nepal, puncak Es tertinggi ini berdiri. Di satu sisi pencapaian dan perjuangan patut diacungi jempol, namun alasan dan pertimbangan resiko dalam melakukan hal serupa ini patut dipikirkan. Karena, setidaknya pengorbanan tak hanya menghiasi sebelum puncak namun juga dirasa setelah menuruninya.

**Review film oleh Annisa Dewanti Putri









2 comments:

  1. Aaaaa dewan udaaaaah nontooon.
    BTW Dewan suka Maze Runner gak? *siapa tahu ajaa film favorite kita samaan lagii*

    ReplyDelete
    Replies
    1. scorch trial?? mantep banget aku suka giii :O negangin banget dan menurut aku jalan klimaksnya banyak bgt.. hahaha. kayanya kalo bwt selera film kita banyak kesamaan deh gi. macem2 film scifi dan model cerita distopian gitu.. hehe

      Delete