Thursday, March 31, 2016

A Question for Killing

Author: Annisa Dewanti Putri

Picture Source: Freepick.com 

'Killing.' this is what bothers my mind every time I see the news from the media. 'Killing' which is easily done by just playing in a video game. I wander what do killers think about Killing. Do not ask the Psychopath, they probably have different answer and feelings about killing. 

What about the government, they maybe wont notice about the same idea between Killing using a Bomb or maybe Killing using their power force. Even corruption that ends in a poor people dying because of poverty. The corruptor even didn't realize about the impact of their act. It's still called 'Killing' indirectly.

A suicide? You maybe can ask a person that has killed himself, well even that's possible. Suicide maybe would be different then killing. It's more personal. 

Is 'Killing' one of  a form of freedom? Well if it is, then you should think that it's not. Freeing the souls from it's body, nope, Killers even don't feel what it's like before their real death. They manage to just like throw away what makes a human to a dead body. Think about Genocide, even a crowd of ants deserve to live. What about humans? They surely do. 

A life is something precious that appears in this world. While we never know the nominal price of someones life. Imagine about how a person could Kill a hundred people. How much should that person pay for their lives?

A question for killing should be addressed to the Killer itself. Death is not what they have been through. The easiest way to feel the suffer is when your beloved ones died, they maybe nearly could fear the death from their heart. But this is still uncertain. 

Cemetery and grave may sometimes reminds it. While the others meant it to be one of reason of killers revenge.  Yes, this might be a serial murder like in horror films. But, it's not about the drama. It's still about a question for 'Killing.'

It's a world that remains balance, but from this reason people tried to make a reason to stab others. To let them to death naturally is what happens in peace. But for this world full of domination, it is just like stepping ants and for that seems to not questioning 'Killing.'

Tears are just like rains. They seem not to be precious anymore. Media which highlights the blood of pain just made it like a spilled water. The more they tried to do so, the more they don't doubt about 'Killing.'

It might be different when they do so to survive to reverse their death from killers. They do have answers and no a question for 'Killing.' A single life is precious, what about a billion of lives? The main point of living is feeling. Then, if you are witting to kill, this means that you don't have feeling. 

Regarding to Al-Quran, we are all precious to Allah SWT, as said:

“Whoever slays a soul, unless it be for a manslaughter or for mischief in the land, it is as though he slew all men; and whoever keeps it alive, it is as though he kept alive all men.” 
(Surah al-Mā’ida 5:32)

Realizing that life is what someone can not create. Now, the answer is what you can feel. A single creature may create a domino effect, this means that a single creature may effect the entire life.


Jakarta, March 31, 2016

Read more…

Tuesday, March 22, 2016

Dalam Sujud (Puisi)

Oleh: Annisa Dewanti Putri

sumber gambar: theimaginativeconservative.org.

Dalam sujud aku menyatu berserah
Allah Azza Wa Jalla, Kepadamu tubuh ini menyembah

Bintang, tumbuhan, alam berdoa
Bumi ini seraya menunduk membisik kata

Dalam Sujud hati melepas
Sajadah tanah terhempas luas

Ada Jalan dalam doa, ketenangan dalam pasrah
Tak pernah terpikir tubuh ini ingin lebih rendah

Dalam kata, asa, harap mengalir lewat sujud
Sejengkal jari seakan takut

Dalam kabut, gelap menjajaki imaji
tiang tak  mampu menopang diri
Tapi melalui sujud kembali jernih dalam hati
Raga ini semua berserah diri

Dalam Sujud manusia bagai setitik cat warna
Dalam sujud kisah diurai meminta doa
dalam sajadah melalui pikiran, hati, kata
didengar-Nya dalam setiap cerita

Dalam sujud…

Read more…

Tuesday, March 08, 2016

Membuat Surat Keterangan Sehat & Surat Keterangan Bebas Narkoba (RSKD Duren Sawit)

Oleh: Annisa Dewanti Putri
Sehat dan Bebas Narkoba
Tepatnya hari Selasa, aku memutuskan untuk pergi ke salah satu rumah sakit milik pemerintah. Tujuannya tak lain ialah membuat Surat Keterangan Sehat (SKS) dan Surat Keterangan Bebas Narkoba (SKBN) untuk keperluan yang bisa dipakai sebagai persayaratan Beasiswa maupun melamar Kerja. 

Setidaknya terdapat beberapa Rumah Sakit Pemerintah yang bisa dijadikan tempat untuk mendapatkan SKS dan SKBN. Semisal, untuk di sekitar Jakarta sendiri terdapat RSUP Persahabatan (Jakarta Timur), RSUD Koja (Jakarta Utara), RS Fatmawati, RSUD Tarakan (Jakarta Pusat), RS Cipto Mangunkusumo, RSUD Cengkareng (Tangerang), dll. Hanya saja setiap Rumah Sakit memiliki harganya tersendiri yang tak jauh berbeda. 

Karena pertimbangan lokasi rumah dan survei harga melalui telepon, aku memutuskan untuk memilih lokasi di RSKD Duren Sawit, Jakarta Timur. Tempatnya cukup strategis dan mudah dikenali karena berada di Jalan samping  sepanjang Kanal Banjir Timur. Tepatnya di Jalan Duren Sawit Baru Nomor 2,  Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Gedung Hijau bertuliskan “RS.Duren Sawit” nampak tak jauh di belakang SMP Negeri 195 Jakarta.

Belok kiri setelah menyeberangi Jembatan yang melalui KBT, motorku masuk ke parkiran sebelah pintu satpam. Penataan cukup rapih disambut oleh Satpam yang tidak pelit akan informasi. “Silahkan ini karcisnya, ada keperluan apa mbak?” tanya Pak Satpam sambil menyerahkan karcis. Wajahku yang nampaknya penasaran berusaha mengonfirmasi apakah di Rumah Sakit ini bisa membuat SKBN, SKS, dan Surat Keterangan Bebas TBC (Tubercoulosis). Beliau menjawab kalau semua itu tersedia di Rumah Sakit Khusus Daerah milik PEMDA DKI ini.

Tak ragu akupun parkir, beranjak masuk menuju pintu utama dan tentunya ke meja informasi/resepsionis. Bagi Pasien yang belum memiliki kartu anggota atau pasien baru dipersilahkan petugas mengisi Formulir Baru dan selanjutnya mengambil nomor antrian untuk loket. “Terkhusus untuk membuat SKBN dan SKS bisa langsung menunggu di loket 5, tepatnya loket MCU,” jelas petugas resepsionis dengan ramah. 

Antrian  saat itu tidak terlalu padat, setelah mendaftarkan diri dan menyampaikan tujuan membuat SKBN dan SKS, maka dipersilahkan untuk membayar di Kasir, tepatnya di loket sebelah. Harga ternyata beraneka ragam, tentunya akan lebih murah jika kita membayar secara paket (SKBN dan SKS), tentunya jangan lupa untuk membawa KTP. Berikut perincian kwitansi untuk harga satu paket yang dikenakan sebesar Rp.365.000.

Rincian Paket (MCU) SKS dan SKBN, Maret 2016

Setelah selesai membayar kita akan dipersilahkan langsung menuju ruang 121 atau (Medical Check Up) untuk diperiksa. Suster yang menyambut akan memberikan informasi yang cukup lengkap jika kita bingung atau ada kebutuhan lain yang diperlukan. Beliau juga berkata bahwa sejenis MCU ini sudah banyak yang melakukan mulai dari pembuat visa, pelamar beasiswa LPDP, maupun untuk melamar kerja. Semisal saat itu aku juga membutuhkan Surat Keterangan Bebas TBC. Maka beliau mengarahkanku untuk meminta surat rujukan dari dokter di MCU untuk Rontgen. 

Selanjutnya, setelah rangkaian pemeriksaan umum dan interview oleh dokter, maka jika memang kondisi kita sehat, dokter memberikan SKS dan dua surat rujukan (satu untuk tes Urinologi dan satu untuk Rontgen). Dua tes berikutnya dilakukan di lantai 2, perlu diingat KTP ditinggal di ruang MCU untuk proses pengambilan SKBN di Poli Napza. Terkhusus jika ingin mendapatkan Rontgen untuk selanjutnya dibawa ke Poli Paru maka ada tambahan biaya yang di bayarkan di Kasir Lantai 2, yaitu sebesar Rp.105.000.

Di lantai dua, jika dari lift akan nampak panel arah lurus menyerong ke kanan menuju Laboratorium dan Ruang Rontgen. Antrian tidak terlalu padat, maka setelah aku menaruh kertas surat rujukan Urinologi bebas Narkoba dan Rontgen Thorax/Paru di meja resepsionis, selanjutnya mereka memanggil. Untuk tes urin sendiri cukup ke kamar mandi setelah diberikan tabung sampel oleh petugas. Begitu juga untuk rontgen. 

Proses begitu cepat dan ruangan terasa nyaman. Untuk Rontgen sendiri hasil baru bisa diambil keesokan harinya. Sementara untuk hasil Urinologi hanya cukup menunggu sekitar 15 menit. Tak lama petugas memanggil namaku dan meminta untuk mengisi sedikit kuisioner permasalahan sarana dan pelayanan. Aku piker Rumah Sakit Duren Sawit cukup baik dan sangat direkomendasikan, maka sebagian aku isi dengan pernyataan memuaskan.

Selanjutnya, petugas menyerahkan hasil lab urinologi untuk selanjutnya dibawa ke Lantai 1 kembali, tepatnya ke Poli Napza di belakang gedung. Cukup serahkan hasil dan petugas akan menyerahkan selembar SKBN. “Silahkan ini SKBN nya, jika sudah dapat SKS dan hasil Urin nya, difotokopi saja dan bawa kesini kembali agar bisa dilegalisir,” saranya keluar tanpa aku perlu bertanya lebih jelas. Rupanya memang lebih baik di legalisir agar bisa dipakai tak hanya sekali dan mencegah kehilangan. Jangan lupa untuk mengambil KTP juga disini.

Akupun bergegas menuju fotokopian tepat depan Gedung Rumah Sakit, dan menggandakannya sebanyak 4 kali. Kembali ke bagian poli Napza, dan petugas memberikan stampel legalisir untuk setiap copy SKBN dan SKSnya. 

Itulah serangkaian proses yang kualami dalam pembuatan SKS dan SKBN di Rumah Sakit Khusus Daerah Jakarta TImur. Tempat ini sangat recommended karena pelayanan nya yang ramah dan fasilitasnya yang cukup nyaman. Terlebih bagi diri ini yang bertempat tinggal tak jauh dari lokasi.

Alur Pembuatan SKBN dan SKS di Rumah Sakit Duren 

Read more…