Thursday, October 29, 2020

Aku tetaplah Manusia

Relativitas Masalah, Pikiran, Jiwa, dan Raga
 

Panggung huru tawa menjadikan senyum seolah mudah terbuka lebar. Semua rasa bahagia mudah menularkan banyak rasa duka. Pun Vice Versa. Ialah aku manusia. Suatu hari bisa merasa kuat. Namun di kala sewaktu waktu bisa merasa lemah. Suatu kali bagi seorang yang dihujani begitu banyak tonjokkan, rasanya tak sakit seolah hanya diberikan sentilan. Namun sekali waktu, tersentil sedikit terasa bagaikan dihujani batu yang membara. Lagi, relativitas rasa pun berlaku kepada aku sang manusia.

Sekali waktu, sebuah pekerjaan rumah berisi proyek berjuta rumusan terlampaui dengan rasa mudah terselesaikan tanpa alasan. Sementara, suatu waktu sebuah soal berisi pertanyaan 1+1 seolah seperti soal integral bertingkat yang dipenuhi dengan berbagai simbol tak hingga yang seolah sulit terselesaikan. Lagi-lagi sekarang adalah relativitas masalah. Inilah mengapa kita semua tetaplah manusia.

Manusia tetaplah punya batas. Ia awalnya seolah bisa menyeberangi banyak garda lompatan tak hingga. Hingga suatu waktu mungkin bisa menggantukan sesuatu terhadap sesuatu. Tetapi ia lupa bahwa semakin ia bergantung dengan hal apapun di dunia, ia semakin menyimpan harap yang suatu waktu bisa kecewa. Hingga kadang ada yang tak lupa untuk mengingatkan, sebuah kisah yang kadang menyenangkan atau pula menyengsarakan adalah bergantung pada dirinya sendiri. Kembali lagi pada relativitas perasaan.

Dalam ruang, waktu dan momen. Inilah manusia yang hanya sementara berada di dunia. Relativitas waktu seolah bermain dan mengingatkan bahwa waktu begitu terasa cepat. Menengok kondisi yang mana keadaan belajar menjadi sesuatu yang selalu menjadi dasar yang tak terlupakan. Relativitas kepentingan dan kesibukan yang benar melekat pada yang kita sebut sebagai manusia. Kembali lagi pada ruang dan waktu, bagi manusia semua ialah relatif.

Aku tetaplah manusia yang pada suatu waktu punya batas dalam ketidaktahuan. Sebuah perssepi yang berbeda dan selalu menjadi relatif. Sebuah daya lihat yang bisa membentuk kekuatan jiwa, raga dan pikiran yang dengan rautpun bisa disembunyikan melalui relativitas yang ada. Pun kepercayaan, kekuatan, semua objek yang bisa menjadi ukuran, tetaplah adalah sebuah relativitas bagi manusia, yang penuh relativitas dan batasan. Hingga segala penafsiran dalam kata, lisan, tulisan, hingga tindakan bisa menjadi sesuatu yang bermakna bagi manusia. Sebuah relativitas.

Karena itulah, aku tetaplah manusia.


Jakarta, 29 Oktober 2020.


2 comments:

  1. indeed. kita hanyalah manusia yang tidak sempurna dan terus berkembang. saling menyemangati ya la! you're doing great!

    ReplyDelete
    Replies
    1. thanks unknown but i know tht this is pingpong yeahhhh...
      Mangatz keep writting forward

      Delete