Oleh
: Annisa Dewanti Putri
Ketika sampai pada ujung jalan. Sebuah sungai
memancar indah mengairkan beberapa dedaunan yang mungkin tanpa sengaja terjatuh
dari dahanya.Disana aku belajar bagaimana sebuah rantai keindahan alam berjalan
mengikuti irama kehidupan. Semua terasa
indah memang.
Sumber : Penulis 2013 |
Berpaling berikutnya adalah sebuah puncak tertinggi,
membuatku terus berpikir bahwa mimpi itu berada disana. Dapatkah aku meraihnya,
hanya sebuah langkah yang dapat membuktikanya.
Menjadi yang hijau melihat sebuah hutan diantara dua
bukit itu. Disebelahnya terdapat lahan gersang yang sebelumnya adalah hutan.
Hutan yang seharusnya tumbuh lebat. Namun, siapa sangka, ia tak bisa mencapai
impianya untuk menjadi bintang dalam pemandangan laneskap itu.
“Manusia memang angkuh dan egois, mimpiku
dihancurkan hanya demi mendapatkan mimpinya,” seru si hutan dalam benakku.
Mungkinkah mereka terlihat sedih. Deforestrasi telah menjadi jurang maut
baginya. Aku pun sempat membayangkan mimpi si hutan itu.
“Hanya menginginkan tumbuh, itupun tak merugikanmu,”
bisikan kecil dalam hatiku selalu terbayang melihat keadaan si hutan di kala
itu. Antara tempat yang hijau, menjadikanku semakin tenang dan terasa sejuk.
Antara tempat yang gundul, semua terasa gerah.
Namun, pesta terjadi dibalik belahan bumi lainya. Dimana daging si hutan sudah
berubah menjadi daging cincang. Tangan sudah berubah menjadi meja kayu. Tak tahu bahwa mata si hutan sudah
dibuang juga.
Entah. Kutu-kutu dalam bulu si hutan melakukan
migrasi kemana. Mungkinkah mereka juga terbunuh dalam proses penggundulan ini.
Bisa jadi, mereka minggat menuju hutan lain dengan rambut hijau yang sedikit.
Aku terbayang, kutu-kutu dari bermacam spesies itu
mati satu persatu. Akibat seleksi alam yang tak bisa kubayangkan. Salah
seekornya berkata “Ibu, aku sudah tidak kuat hidup disini, tinggalkan saja aku
bu,” Setiap anak dari induk itu memohon kepada induknya.
Tak kuasa aku duduk di ujung tebing membayangkan
kejadian itu. Menangis mata dan hati ini melihat keringnya bukit yang biasa ku
bermain bersama teman-teman sewaktu kecil dulu.
Hutanku sudah mati, tak ada yang bisa menjelaskan
mengapa. Namun, imajinasiku terus bercerita mengenai si hutan dan kutu di depan
mataku.
Aku adalah manusia. Salah satu manusia yang secara
tidak sengaja DISINDIR OLEH SI HUTAN. Salah satu manusia yang secara tidak
sengaja kasihan pada kondisi KUTU-KUTU HUTAN (baca : Hewan dan Tumbuhan)
0 comments:
Post a Comment