Oleh:
Annisa Dewanti Putri
“Baca, tulis, dan suarakan. Itulah tagline
terbaru dari newsletter terbitan lembaga dalam ruang kecil ini.”
picture Source :5dspace-time.org |
Manusia memiliki arah dan geraknya sendiri seiring
manusia berpindah ruang dan waktu yang
senantiasa terus bergerak. Dahulu (2011), sekelompok Eros (angkatan 2011)
menemukan sebuah ruang baru setelah menjadi nomad
sebelumnya. Tempat itu adalah ruang G305 (Lembaga Kajian Mahasiswa
Universitas Negeri Jakarta). Sebuah markas yang dari tahun ke tahun merubah
tata letaknya, namun tetap memancarkan koleksi terindahnya.
Koleksi terindah itu adalah buku. Memang tak
sebanyak rak yang tersaji dalam perpustakaan. Namun, koleksi-koleksi dalam
lemari kaca itu seraya mengingatkan kita untuk terus meliriknya dan
teman-temannya meski kita sedang tak berada di markas kecil itu. Setidaknya,
bagi yang sudah menyukainya, maka ia tambah menyayanginya. Sebaliknya, beberapa
dari kami yang biasanya hanya menyentuh koleksi yang kaku alias buku pelajaran, secara bertahap menyukai
koleksi terindah lainya yang tak kalah menarik dan bisa mengantarkan menuju
ruang lain.
Melihat koleksi terindah dalam markas kecil itu
mengingatkan saya pada seorang filsuf bernama Cicero yang pernah berkata, “A room whithout books, is like a body
whithout soul.” Koleksi terindah tersebut mengantarkan setiap manusia
menjadi seorang Homo Ludens (Manusia
Petualang) dalam pikiranya. Mengantarkan menuju ruang dan waktu berbeda, meski
sebenarnya berada di ruang yang sama. Maka, dari ruang ini ungkapan “Buku
adalah senjata” menjadi kuat adanya terutama ketika kita berada dalam sebuah
diskusi.
Dalam semua diskusi, ungkapan semua sahabat Arete
begitu berharga. Mendapatkan perspektif berbeda dari kaca mata yang berbeda
dari setiap argumen mereka menjadi hal yang menarik pula. Meski tak jarang
argumen yang dilontarkan bentrok. Maka waktu diskusi menjadi momen yang berharga.
Lagi-lagi, sebuah koleksi yang kali ini tak
berbentuk (diskusi) mengantarkan kami yang berada di lingkaranya, menuju ruang
dan waktu yang berbeda sesuai dengan topik bahasan yang sedang diperbincangkan.
Beberapa pendapat oleh beberapa pengunjung di markas kecil ini terlontar sampai
terkadang lupa waktu. Karena itu, seorang moderator menjadi sungguh berarti
dalam penjelajahan ruang dan waktu untuk koleksi ini.
Integrasi antara pengetahuan yang mereka (peserta
maupun pemateri) ketahui baik dari koleksi yang mereka baca maupun yang mereka
dapatkan dari hasil diskusi lain menggagaskan sebuah ide untuk memunculkan
koleksi kecil yang baru. Koleksi kecil tersebut yang saya sebut sebagai
tulisan. Kali ini bentuknya kembali berwujud.
Tulisan, tentunya menjadi sebuah bagian koleksi dari
semua penulisnya. Dari ruang ini saya banyak melihat berbagai koleksi berbeda
yang unik bergantung dari penulisnya. Ada yang membuat esai, resensi, cerita
pendek, artikel, dan ada pula yang senang membuat puisi sebagai koleksi
pribadinya. Bahkan, tak sedikit yang senang membuat tulisan berisi curahan hati mengenai
kehidupanya. Di sini ruang dan waktu mulai menemukan dirinya dalam sebuah tulisan.
Disamping itu, tulisan berbentuk feature juga sudah
diperkenalkan kepada para penghuni ruang ini. Teringat buku “Seandainya Saya
Wartawan Tempo” menjadi referensi dalam pembelajaran awal feature disini. Mencoba
memahami sebuah ruang dan penghuninya melalui sebuah wawancara dan reportase
menjadi bagian dalam pembelajaran meningkatkan kualitas koleksi kecil kami
(tulisan).
Tulisan sebagai bentuk karya yang perlu di
apresiasi. Koleksi itu dikelola beberapa di markas kecil ini. Meski tidak
menutup kemungkinan hal itu bisa juga terjadi dalam ruang lain. Tak terkecuali
melihat koleksi teman-teman terpampang
dalam suatu media baik media sosial, web,
blog, buletin, newsletter, bahkan
beberapa media massa menjadi hal yang sungguh membuat hati kecil ini tersenyum.
Bentuk apresiasi ini merupakan hal yang terus
menjadi cambuk untuk terus berkarya. Tak memandang apakah koleksi (tulisan)
tersebut terlihat fantastis atau cukup. Yang paling terpenting dari sebuah
apresiasi adalah bisa ditunjukkan karya teman-teman yang orisinil tanpa jiplak
sana sini. Dari sini, diri seorang penulislah yang bisa menilai sampai sejauh
mana perkembangan koleksi yang telah ia buat.
Terkhusus ketika ia melihat sejumlah koleksi buatanya dari waktu ke
waktu.
Ada yang tertawa membaca tulisanya di tahun pertama
ia mulai berproses di markas kecil ini, ada pula yang tertegun sambil berseru
bahwa tulisanya begitu main-main saat itu. Saya pun merasa demikian. Namun begitu,
melalui apresiasi, tulisan dan karya tersebut menandakan eksistensi seorang
manusia yang pernah menjelajah ruang dan waktu di dunia ini.
Dari sana, saya tak pernah lupa nasihat dari para
guru juga maestro (senior dan teman) yang kerapkali diulang-ulang, nasihat
tersebut berupa peringatan untuk terus membaca, berdiskusi dan tak pernah putus
untuk berkarya melalui tulisan. Seiring terus lahirnya sebuah koleksi dari
setiap prajuritnya, apresiasi menjadi alat yang baik untuk menjadi kendaraan
ruang dan waktu. Mempublikasikan dan menggarap koleksi teman-teman agar mudah
dilihat masyarakat. Maka dengan begitu semua prajurit di markas kecil ini tak
akan pernah henti menjelajah ruang dan waktu.
lanjutkan menulis
ReplyDeleteterimakasih LKM :)
Delete