Wednesday, July 09, 2014

MALAM UNTUK GAZA (PALESTINA)

Oleh: Annisa Dewanti Putri

A Blinding, Flash of white light,
Lit up the sky over Gaza Tonight
...
...
We will not Go down in the night without a fight
......
We will not go down in Gaza Tonight

(Sebuah potongan lirik lagu karya Michael Heart)

Lagu itu selalu terlintas di pikiran ini sejak dahulu aku duduk di bangku kelas X SMA (sekolah Menengah Atas). Aku selalu mengingat potongan lirik-lirik menyentuh itu saat mendengar berita terkait pertumpahan darah atau Genosida yang terjadi.

Saat itu perbincangan soal jalur Gaza yang gencar di serang oleh zionis Israel mulai kukenali. Berawal dari kaset VCD mungil yang di bawa ayahku dari kantor. VCD itu nampak biasa saja hingga suatu saat aku penasaran melihat isinya.

Aku mencoba menyaksikanya hingga kaget melihat berbagai pertumpahan darah yang terjadi tak jauh berbeda dengan film Perang Amerika berjudul Saving Private Ryan yang adeganya benar-benar menunjukkan kondisi ketakutan perang yang sesungguhnya. Hanya saja yang membedakan kaset VCD dengan cover Palestina itu adalah pemeranya yang lebih banyak dihiasi oleh anak-anak dan aksi yang benar-benar dilakukan secara nyata.

Tak ada aktor dalam film itu, semua yang tertembak atau terluka benar-benar bersimbah darah sungguhan. Saat itu, pertama kali air mataku menetes untuk negara lain yang belum terlalu kukenali. Disanalah letak Masjid dunia kedua setelah Masjidil Haram. Ialah Masjidil Aqsha yang mereka coba lindungi.

sumber Gambar: www.globalresearch.ca
Hanya saja semua ini bukan saja persoalan politik, suku, atau agama. Dimana letak kemanusiaan saat ini? Darah seakan-akan adalah sirup merah yang jika tumpah masih bisa dibuat lagi. Darah seakan bukan hal yang mengerikan lagi. Darah seolah tidak dibuthkan untuk sesama manusia, darah seolah hanya dibutuhkan untuk penghias pada AK-47 atau Sniper mereka.

Perlawanan mereka tidak adil. Selalu kubandingkan secara jauh ketika memainkan Battlefield atau Conflict Global Storm. Tim Bravo selalu berhadapan dengan tentara selevel dengan persenjataan yang sama lengkapnya.Terlihat adil, hanya tinggal strategilah yang menentukan kemenangan. Di Gaza & Palestina, tak pernah terbayang seorang atau sekelompok tentara menyerang seorang anak kecil yang hanya bersenjatakan ketapel kayu. Tapi hal itu terjadi dan selalu menghiasi berbagai gambar yang ada.

Hingga aku teringat kisah percakapan dari  VCD tersebut dimana seorang bercerita mengenai anaknya yang selalu menantang sebuah tank yang jauh lebih besar dari tubuhnya. Dan saat ini ia telah tiada. Itu baru sebuah kisah dari beribu kisah serupa yang terjadi disana.

Teruntuk Gaza-Palestina, manusia dengan senjata Ketapel yang berani menantang sebuah tank.
Tiada kisah terbesar meski mereka jauh lebih sebentar merasakan kehidupan di dunia, lontaran ketapel mereka jauh lebih besar dari kisah kita. Namun, jauh lebih besar Doa yang bisa  dilantunkan. Doa yang merupakan peluru penolong & tak pernah disangka seranganya.


Duren Sawit, 9 Juli 2014

0 comments:

Post a Comment