Cover. sumber: Getscoop.com |
Judul Buku : Bangunan yang Runtuh
Penulis : Ir. Sulistijo Sidarto Mulyo, MT
Penerbit : Elex Media Komputindo
Tahun : 2014
Tebal : 159
Jenis : Manajemen Resiko
Jembatan Kutai Kertanagara yang roboh menjadi sorotan masyarakat pada masa itu. Begitupula dengan Proyek Hambalang yang amblas ataupun Skyline Tower yang roboh. Semua kegagalan bangunan ini dibahas disini. Buku ini terdiri dari enam bab. Terurai dari awal bab yang membahas soal contoh dan Peristiwa Bangunan yang pernah runtuh baik di dunia maupun beberapa bangunan di Indonesia.
Bab 1 mengurai mengenai 16 peristiwa bangunan yang runtuh baik di mancanegara maupun dalam negeri. Sampoong Departement Store menjadi salah satu contoh kegagalan. Peristiwa ini dianggap sebagai “The Largest Peacetime Disaster in South Korean History.” Hasil investigasi yang ditemukan bahwa kondisi desain yang tidak diperhatikan. Beberapa diantarnya fondasi yang di bangun di tanah yang tidak stabil dan pengurangan dimensi kolom yang seharusnya dari diameter 80 cm menjadi 60 cm. Penyelidikan akhirnya mengarah pada ditemukannya praktik korupsi terhadap penggunaan material bangunan.
Penyebab kegagalan bangunan dibahas dalam buku ini secara umum pada Bab 2. Dua garis besar penyebab kegagalan bangunan dibagi dua hal, predictable semisal human error, and unpredictable act of god atau dikenal dengan force majeure. Secara garis besar, delapan penyebab kegagalan baik tunggal maupun kombinasi tersebut yaitu:
1. kesalahan dalam peencanaan
2. kesalahan dalam pelaksanaan pembangunan
3. kesalahan dalam pemakaian
4. kesalahan dalam perawatan
5. kesalahan dalam pemilihan lokasi
6. kesalahan dalam pemilihan bahan dan material
7. kesalahan dalam penggunaan teknologi
8. faktor force majeure
Beranjak pada bab 3, penulis menyingkap kegagalan bangunan berdasarkan tinjauan Yuridis atau secara hukum melalui beberapa aturan seperti Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi maupun Peraturan Pemerintah Nomor 29 tahun 2000. Kriteria kegagalan bangunan juga diulas berdasarkan beberapa pedoman yang ada dan berdasarkan tolok ukurnya.
Perihal Manajemen Risiko diulas pada bab 4 dimana ketidakpastian menjadi perhatian karena mengakibatkan adanya risiko bagi pihak yang berkepentingan. Sulistijo Sudarto menguraikannya secara lengkap dalam bagian ini. Semua hal itu mencakup konsep, penerapan dan contoh manajemen risiko dalam suatu konstruksi bangunan.
“Ingat, Asuransi Konstruksi,” begitulah yang diungkapkan secara tegas oleh sang penulis di bagian awal bab 5. Engineering insurance menjadi hal yang penting sejak abad ke-19 untuk menjamin ketidakpastian risiko yang ada. Penulis mengurai beberapa macam asuransi konstruksi secara umum beberapa diantaranya seperti Asuransi Kontraktor (Contractors All Risk/CAR), Asuransi Pemasangan (Erection All Risks Insurance), Asuransi Peralatan Elektronika (EEI) dll.
Selanjutnya, dalam bab terakhir penulis menggarisbawahi soal pentingnya perawatan dalam pencegahan kegagalan bangunan. Diulas secara singkat mengenai pedoman perawatan bersamaan dengan Structural Health Monitoring System (SHMS) sebagai bagian dari antisipasi suatu kerusakan.
Ditutup dengan sedikit pembahasan mengenai rekonstruksi Menara Pisa, penulis menutup dengan meyakinkan bahwa pekerjaan rekonstruksi terhadap kegagalan sebuah bangunan ternyata dapat menghindarkan bangunan tersebut roboh dan memakan korban.
Kegagalan bangunan dalam suatu konstruksi menurut penulis memang disebabkan oleh banyak faktor. Tinggal bagaimana masyarakat mengidentifikasinya secara cermat. Buku ini cukup baik dibaca sebagai pengantar untuk perihal kegagalan bangunan. Bahasa yang digunakan tidak terlalu teknis dan berat sehingga pembaca yang kurang familiar dengan dunia konstruksi mampu menyerap secara santai. Namun, cukup disayangkan bahwa beberapa dokumentasi dan ilustrasi terlihat tidak jelas sehingga kurang mewakili kondisi yang ada.
**Annisa Dewanti Putri
0 comments:
Post a Comment