Sudah terbaca!!
Sangat jarang ada orang yang mau menggabungkan karya literasi dengan karya seni (rupa). Apalagi didukung dengan background keilmuan yang sesuai, teknik sipil.
Annisa Dewanti Putri berhasil memadukannya. Cantik!
Review singkatku untuk buku yang baru selesai kubaca dalam dua kali duduk:
1. Ada prolog baiknya ada epilog. Sebenarnya dibanyak karya literasi, suatu bab yang judulnya sama dengan judul bukunya akan diletakkan di awal atau akhir. Nah buku ini belum memiliki epilog yang greget. Harusnya esai yg berjudul "Kata dalam Sketsa" itu sendiri diletakkan di belakang. Sesuai judulnya, seharusnya esai tersebut bisa menjadi gong yang membelalakan mata, tidak hanya menarasikan sketsa tetapi juga harapan dimasa depan yang akan terus berkarya melalui kata dalam sketsa.
2. Dewan berhasil mempergunakan teknik menulis feature dengan baik. Diksi-diksinya beragam dan menarik. Kemampuannya menulis dengan teknik ini sudah tak perlu disangsikan lagi, karena jam terbangnya menulis diberbagai media cukup tinggi.
Hanya saja, ada beberapa istilah asing yang makna awamnya tak segera tersuratkan. Terkadang pembaca baru mengerti makna sederhananya di beberapa kalimat setelah istilah asing tersebut dimunculkan. Akibatnya, orang awam akan merasa lelah dan bosan membaca, meskipun tujuan awal penulis sesungguhnya ingin memberikan kejutan-kejutan tak terduga.
3. Dalam buku ini terselipkan kisah perjalanan penulis ke Jepang. Awalnya terkesan menyenangkan dengan alur runtut dan detail yang cukup memuaskan rasa ingin tahu pembaca. Namun, dua tempat lain yang penulis coba ejawantahkan ke dalam bentuk tulisan terasa ala kadarnya, seperti hanya pelengkap yang dipaksakan ada. Pembaca jadi bergumam, "njuk ngopo? lalu apa yang istimewa? udah gini aja?"
4. Sarat ilmu baru. Pengetahuan-pengetahuan istimewa dari soal rancangan bangunan hingga pertanian berkelanjutan ditularkan ke pembaca dengan luwes. Layak diberi acungan jempol.
5. Pengingat anak muda untuk selalu menjaga nasionalisme. Kalimat-kalimat yang dilontarkan mengandung makna kebanggaan bagi Indonesia raya meskipun memiliki banyak masalah yang dihadapi. Tercantum pula solusi-solusi teoris tapi tepat dan tidak mustahil untuk diwujudkan, yang dituliskan dengan halus. Tak terkesan menggurui.
6. Dalam beropini, Dewan berbicara fakta yang didukung bukti-bukti nyata. Bahkan referensinya dicantumkan di akhir buku, sesuatu yang seringkali diabaikan para penulis esai. Ada pepatah: penulis boleh salah, tapi nggak boleh bohong; dan Dewan sanggup mengikuti kiblat itu.
Secara keseluruhan, buku ini menarik dan layak untuk dibaca :)
Sangat berharap Dewan bisa kembali menulis dan mengkolaborasikan dengan garis-garis indah sketsa "berwarna"nya yang menawan. Dunia literasi menunggu karya-karyamu selanjutnya.
Sukses selalu Dewan, adek 11 bulanku :)
Oleh: Janne Hillary, UGM
0 comments:
Post a Comment