Saturday, April 06, 2019

GUBEI: PERJALANAN SOMPLAK WATER TOWN

Somplak TED di Gubei

TED. Entah singkatan itu muncul kapan, mungkin saat kita pertama kali benar-benar menghabiskan dan bertemu untuk suatu tujuan organisasi di kala itu. Organisasi yang menjadikan kita bertiga sering jumpa dan tatap muka karena acara dan agenda. Awalnya niatnya begitu, tidak lama, semua keformalan itu berubah menjadi keseruan yang berujung kegilaan dan kesomplakan belaka. Tiffany, Elke, dan Dewan, itulah TED yang kumaksud. Kesengajaan atau ketidaksengajaan yang terjadi hingga akhirnya, kita anggap TED itu ada karena memang adanya.

Sebelum mengalir lebih jauh ke cerita, biar kujelaskan sedikit siapa tokoh utamanya. Berdasarkan urutan TED, ada T untuk Tiffany, bagiku adalah kawan yang kukenal pertama kali karena berhasil menyelundupkanku untuk kegiatan nomaden ku ke kampus-kampus setiap weekend di kala itu. Nyatanya, perlahan aku tahu bahwa sobatku yang satu ini adalah Pemimpin Majalah Cabe Rawit, aktivis di berbagai organisasi yang memendam banyak bakat seni dan musik terpendam. Itu yang terlihat di sampul, nyatanya Tiffany atau yang lebih kupanggil sebagai Cabe adalah sobat yang penyayang dan sangat sensitif melebihi permen kapas.

Tokoh utama berikutnya untuk E adalah Elke Devinna, seorang soban (sobat dewan) yang biasa ku panggil dengan sebutan Elpiji karena Profile Picturenya juga adalah seorang Boss di berbagai organisasi dan kegiatan. Namun, jika aku menyelami dirinya lebih dalam, ia lebih special dari yang kita pikirkan terutama cara pandang dan ceritanya, layaknya fantasi, bakat dalam jiwa, raga dan pikirannya sangat dalam. Kedua Somplak ini memang sangat mengisi hari-hariku meskipun kita tidak selalu sama zona dan waktunya. 

Diiringi tokoh berikutnya D, dewan, ya inilah aku. Mungkin menurut mereka aku aneh, tapi kadang bodoh tapi katanya pintar, tapi tetap ceroboh, dan sepertinya paling enak jika dijadikan samsag, kena tabok, atau kena marah. Namun seperti biasa, aku ga pernah anggap samsag mereka itu menyakitkan karena menurutku sangat menyenangkan dan kadang tamparan mereka adalah tamparan kasih sayang, lalu ditabok beneran. Haha. 

Mari Kita Berangkat
Oke, sekarang kita masuk saja ke ceritanya. Perjalanan TED ke Gubei Water Town atau 古北口 yang terletak di daerah Minyu, Tiongkok. Konon ini adalah kota air artifisial untuk mewakili Ini nyata, jadi mungkin akan lebih deskriptif dan naratif dibandingkan hal teknikal yang aku paparkan layaknya sebuah travel writer. Nampaknya ini akan lebih ke warna yang kualami. Jadi pagi itu 8.30 CST, seharusnya kami bisa sampai di Donzhimenwai untuk naik bis khusu bertuliskan kearah Gubei, dan turun di stasiun akhir Ticket bisa menuju lokasi adalah 48 Yuan.

Elke saat itu sudah sampai duluan, lalu disusul aku dan Tiffany. Pukul 09.00 pun halte sudah ramai. Namun, kami cukup menunggu sekitar setengah jam untuk berdesak-desakan dan berhasil secara arogan masuk ke armada yang menuju sana. Berhubung saat itu sedang Qingmingjie, mungkin inilah alasan jalanan begitu macat dan ramia. Ditambah di kilometer sekian ada kecelakaan sehingga kami tiba lebih lama pukul 13.30 CST. Selama perjalanan akupun lebih banyak terlelap, efek dari kelelahanku di kampus pada hari-hari sebelumnya. 

kebodohan bersama tiket

Setibanya, kami cukup mengikuti jalan indoor kedalam hingga perlu memindai QR Code di electronic ticket yang sudah dibeli oleh Elke  untuk tur. Untuk informasi, ticketnya bisa dibeli online agar tidak perlu mengantri manual. Saat itu ticket yang kami beli adalah 170 Yuan, dimana 140 untuk masuk kota Gubei nya dan 40 yuan untuk Greatwall Simatai. Air begitu hijau dialiri sungai yang begitu dirawat. Lagi-lagi mungkin karena liburan Qingming maka agak sedikit ramai.

Sesampainya kami memasuki beberapa toko unik di dalam kota itu. Juga melihat banyak display makanan dan figura di jalan. Setelah sedikit menjepret berbagai lokasi yang sedikit menyentil, kami memutuskan untuk makan di kursi seberang sungai. Tempat cukup drama karena harus sambil mendengar orang-orang teriak untuk melihat air mancur memancar. Maka makan disitu ibarat sambil menonton pertunjukan. Meskipun sebenarnya kami yang lebih banyak dilihat orang-orang karena jarang-jarang ada orang piknik seperti kami. Kala itu, kami memutuskan untuk membawa makanan sendiri guna penghematan belaka. 

Elke memasakkan kami bakwan dan jamur yang mengingatkan kembali ke masakan tanah air. Tiffany membawakan desert yang aku lupa namanya apa, hanya enak sekali, rupa seperti kue cokelat dicampur biscuit dan sedikit keju. Aku membawa Pisang dan blueberry, kesukaan Elke dan Tiffany dan nasi kuning yang tidak terasa seperti nasi kuning namun waranya saja yang kuning. Pada akhirnya karena mereka kekenyangan, aku lah sang penghabis semua makanan yang membuatkau sedikit bodoh dan ngefly karena terlampau kenyang. Kalau boleh dibilang makanan mereka enak sekali, sampai sekarangpun masih teringat rasa itu. Sungguh masterchef keduanya itu.

Kekuatan Piknik TED

Seusai makan, kami memutuskan untuk pergi berkeliling lagi karena memang komplek gubei ini begitu luas untuk dijejahi. Maka karena sudah sore, kami putuskan langsun ke Simatai Greatwall sebagai bagian dari Komplek Gubei. Karena, Elke dan Tiffany memutuskan untuk ke Toilet yang ramai, sambil menunggu aku memutuskan untuk livesketching di salah satu sisi kota Gubei. 

Setelah usai, kami menuju pintu untuk menaiki greatwall simatai, namun ternyata baru dibuka kembali untuk malam pada pulu 17.30 CST. Dan karena mengantri saat itu kami memutuskan untuk berkeliling ke tempat lain dahulu sambil memotret dan ke WC lagi. Entah mengapa kami sangat menyukai WC disini berbeda dari WC umum diluar sana yang begitu menyakitkan. Disini begitu asri, indah dan nyaman.
kebodohan sambil menunggu

Sekembalinya kami ke pintu masuk simatai greatwall, kami tetap harus mengantri hingga obrolan demi obrolan kami lewati hingga kami berhasil masuk ke dalam dan ternyata. Simatai Gretwall nyatanya hanya bisa dinaiki dengan Cable Car pada malam hari. Elke terkejud karena ternyata tiketnya hanya untuk masuk. Maka dengan kelihaian berbahasanya dia berhasil menjelaskan ke petugas dan kembali mendapatkan tiket seharga 160 yuan untuk cable car pulang-pergi.

Sesampai di Cable Car, nyatanya kedua sobatku ini takut dengan ketinggian dan ingin rasanya meledek tapi aku tak kuasa hingga mereka hanya saling genggam menggenggam. Lagi-lagi aku terpukau dengan bagusnya pemandangan mengambil sedikit gambar sementara mereka ketakutan semacam sedang dilanda ujian nasional haha. Adik kecil disebelah kami pun ikut menonton drama ketakutan ini. Tapi tetaplah ketika ada kamera mereka pandai sekali menyembunyikan wajah ketakutannya menjadi wajah sok ceria.

Kebodohan Cable Car
Sesampainya diatas, kami perlu mendaki sedikit dua kilometer untuk mencapai deretan Greatwallnya dan mendapat pemandangan keseluruhan Kota Gubei secara nyata dengan lampu-lampu nya yang indah dikala malam. Kami sebentar duduk menikmati pemandangan diatas seraya terbawa fantasi negeri langit diatas kerajaan kota bintang dan lampu.

Kemudian kembali dengan rute yang sama dan menaiki kereta kabel kembali dengan drama-drama ketakutan yang ada namun sekarang lebih mendingan karena mungkin Elke dan Tiffany sudah berhasil menaklukkan ketakutannya sendiri. Maka melalui rute yang berbeda pun kami memutuskan untuk kembali pulang karena khawatir tertinggal bis terkahir. 
   
Niatnya Pulang, Berujung bermalam 

Mengintip momen foto Tiffany, beberapa mengomentari keanehan topi nelayan kami yang sama dipakai namun beda warna. Lalu ada sebuah komentar dari kawan kami “Jika kesana menginap saja karena malam sangat bagus di Gubeikou.” Baik kami tidak ada rencana bermalam disini karena memang bisa melampaui budget kami. Tapi, dibalik ketabulan dan kesantaian itu aku sedikit berfirasat bahwa kami tidak akan keburu bisa pulang hanya aku pikir banyak cara lain.

Mengapa? Hal dadakan seperti ini memang tidak baik namun seringkali kualami dan aku selalu percaya bahwa pada dasarnya selalu ada cara dalam kondisi apapun. Mungkin pikiran ini muncul memang karena aku begitu menikmati tempat ini ditambah saat itu bersama para Somplak TEDku yang mana sangat jarang aku menghabiskan waktu non formal bersama mereka. Seringkali karena perihal akademis dan organisasi. Bagiku momen ini sangat berharga kunikmati bersama mereka apapun yang terjadi sesomplak apapun itu.

Maka… Benar adanya kami kehabisan kendaraan, Elke bertanya banyak orang bahwa semua bisa dan kendaraan untuk kembali sudah habis dan kami tidak bisa kembali. Bukan tidak bisa, namun mungkin banyak cara. Muncullah berbagai ide. Mungkin bisa kusebutkan satu-satu kemungkinan yang bisa ada dan pertimbangan yang bisa dilakukan jika ada yang mengalami keadaan sama seperti kami.

Pertama, ada banyak tawaran taksi gelap untuk menuju lokasi kembali. Saat itu tawarannya adalah 500 Yuan. Tapi perlu dipertimbangakn, ini bisa jadi biaya lebih karena seringkali ketika sampai mereka baru mencharge hal lain selain itu. Taruhlah dari bandara saja, banyak yang bisa kena tertipu sampai 400, bayangkan jika dari luar kota. Baik, kami singkirkan bagian ini.

Kedua, ada suatu cara yaitu mencari penginapan, namun ini mahal jika di dalam komplek, kami sudah cek di media online. Cara menginap kedua adalah ternyata bisa menumpang dengan warga lokal antara 100-150 yuan per orang. Maka kami singkirkan lagi pilihan ini karena kurang lebih akan sama saja jika kami bertiga tidak beda dengan kembali dengan taksi gelap.

Ketiga, ada acara lain yang sedikit nekat yaitu kami mendapat ide untuk mungkin menumpang dengan salah satu travel atau keluarga yang hendak kembali ke Beijing, namun ini sangat jarang karena kita bisa jadi harus melakukan pendeketan lebih dan lebih hati-hati.

Berikutnya, ada terbelisat ide bodoh nan cemerlang dari Elke untuk menumpang tidur di salah satu bis yang mungkin menginap. Namun, kami saat itu tidak menemukan yang benar-benar akan menginap. Tapi hal ini mungkin dilakukan.

Baiklah, ada terbelisat cara lain yaitu biasanya bisa kami lakukan untuk menghabiskan waktu di salah satu tempat makan yang 24 jam, aku yakin tempat ini ada karena adalah lokasi turis dan syukurnya kami menemukannya di dekat pintu keluar. Maka ini adalah ide terbodoh dan sedikit  out of the box kami untuk menumpang makan dan menghabiskan bermalam disini hingga pagi dan kami kembali.

Bungkus. Kami melakukannya , ada sebuah tempat makan sebelah hotel yang kami akhirnya masuki untuk memesan makan malam. Dan sekitar pukul 00.00 makanan kami seharga 124 Yuan itu habis dan kami pakai sisa waktu kami untuk mengobrol menghabiskan waktu hingga terkadang sang pelayan disana mungkin Nampak bingung kami tdiak pulang-pulang. Hingga akhirnya mungkin mereka mengerti bahwa kami disana karena kebodohan kami tidak bisa pulang.

Berakhirlah aku banyak mendapat cerita dan seraya didongengi oleh hal yang berbeda dari kedua sobat ku ini Elke dan Tiffany. Hingga akhirnya aku mendapat mereka menggambar di lembaran lembaran yang biasa kupakai untuk sketsa.

Lagi-lagi aku tenggalam dalam kisah dan goresan mereka hingga pada akhirnya mereka ngantuk dan 
tertidur diatas bangku restoran dan meja. Sampai malam dingin, namun mungkin secara fantasi kami merasa hangat oleh kebersamaan kami. Hingga pada paginya kami bangun karena menggigil. Aku juga seperti sedikit mengigau karena krisis tidur. Inilah yang menyebabkan muka sangat seperti bantal.

Keesokan paginya, di restoran 24 jam kesayangan kami yang ada Wc kesayangan kami juga, kami memutuskan untuk sarapan karena menurut kami cukup enak dan mewah. Maka, untuk sebuah buffet makan pagi kami menghabiskan 48 yuan per orang. Namun, itu sudah sangat kenyang sampai sampai aku melihat Tiffany bolak balik ke Wc dan menambah lagi. Pun Elke memberikan ku oplosan susu kedelai dicampur the creamer dan kawan-kawannya dan ternyata enak.

Baiklah, bagiku segalanya menjadi enak. Meski kadang ada sumbu pendek diantara perjalanan ketabulan ini yang seharusnya bisa lebih teratur kalau kami antisipasi untuk menginap. Tapi, taka pa tanpa cerita ini semuanya tak akan berwarna seperti ini. Dan disini kami melewati dari seru hingga sakit pinggang dan menggigil hialng secara bersamaan sepulangnya dari Gubei. Aku berharap cerita ini akan menjadi momen dalam album kenangan kita sebagai SOMPLAK TED. Wo zhende ai nimen lah..

Kebodohan lagi..



Penampakan Gubei Water Town Jika Bosan melihat penampakan kami.






0 comments:

Post a Comment