Oleh : Annisa Dewanti Putri
Tinggal bersama
dua orang teman memang menyenangkan. Tak ada rasanya hal yang bisa membuat
suasana bosan seperti yang biasa terjadi pada orang yang tinggal di rumah
sendiri.
Aku adalah Zena yang
tinggal bersama dua teman yang dahulunya merupakan teman semasa kuliahnya. Kori
dan Reyna. Namun saat itu hari pertama Kori ke luar kota untuk dinas selama dua
bulan. Tersisa Reyna. Tempat itu semakin sepi, di keesokan harinya disaat air
membasahi bumi, Reyna tidak tinggal di rumah bersamaku. Ada sebuah penelitian
yang tengah dilakukan Reyna mengenai microbiology
dan Farmacology, tepatnya di kota
hujan (Bogor) .
Hal seperti
diatas memang biasa dialami semua orang. Tetapi, saat itu berbeda, beberapa
orang terlihat sering melamun dengan hamparan mata kosong. Seolah-olah sang
pencabut nyawa berada di depan mereka.
Saat itu Rumah yang terletak di jalan
Menteng Utara memang tidak secerah biasanya….
Hujan perlahan
mengguyur membasahi bumi. Memang nampak sedikit aneh. Perasaanku sedikit tak
nyaman. Tak lama kemudian hujan berhenti. Membuatku sedikit lega akan
perasaanku yang tergetar itu. Tepat pukul 22.00 WIB aku tertidur lelap. Rumahku
yang sunyi menyebabkanku lelap tertidur tanpa mimpi. “Aaaa!!! .Prang…. “ , itulah yang terdengar dalam
tidurku. Nampak banyak keributan yang terjadi. Hal tersebut membuatku
terbangun, ada apa ini?
Bayanganku
sekilas bahwa ada maling yang sedang dipukuli oleh pemuda sekitar rumah. Aku
keluar untuk melihat yang sedang terjadi. Di depan halaman rumah berpagar
aku berdiri. Yang terlihat adalah seorang wanita penuh dengan darah dan
gigitan. Dengan segera aku periksa denyut nadinya. “Innalillahi”,
nadinya masih berdetak namun nampak jantungnya semakin melemah.
Mencari bantuan
itulah yang harus aku lakukan, namun di balik telepon umum aku mendengar suara
raungan manusia. “Arrgh….hegh..argh… “.
Hal yang membuatku terkejut adalah itu benar manusia namun dengan luka
disekujur tubuhnya, darah di matanya dan pakaian yang sobek-sobek. Sedikit ku
mengenali wajahnya, itu seperti satpam komplek rumahku.
Dia
menghampiriku dengan tergesa-gesa ibarat serigala yang menemukan mangsa. “Pak
ada apa dengan bapak, apa yang terjadi?”, tanyaku. Dia menjawab dengan raungan
menyeramkan sehingga membuatku sedikit menjauh hingga akhirnya aku masuk ke
rumah dan mengunci pagar rumah.
Terlihat bahwa
Pak Satpam tidak jadi mengejarku. Namun yang lebih memilukan iya mencabik-cabik
dan memakan tubuh wanita yang tadinya hendak aku ingin selamatkan. Ada apa ini?
Kenapa jadi ada kejadian canibalisme
seperti ini? Kemana orang-orang pergi? Tanpa berpikir panjang aku langsung mengambil
Handphoneku dan menghubungi 112. Dua kali panggilan tak ada yang menjawab. Hingga
aku mencoba sebanyak 12 kali dan membuatku menjadi jenuh untuk mencobanya lagi.
Sampai
aku sejenak berpikir.
Apakah ini aksi canibalisme? Seperti yang terpintas pada
kasus Rian Sang Penjagal itu. Manusia
yang terlihat normal namun memiliki hati yang bengis sehingga tega berbuat
seperti itu. Tetapi ini berbeda, sang pelaku juga terlihat terluka.
Aku merasa
takut, terlintas di pikiranku soal cerita dalam film yang Kori suka tonton. Dawn of Dead. Cerita tentang
serangan Zombie (Zombie Apocylypse) yang menyerang Amerika. Zombie adalah manusia yang terkena penyakit/virus sehingga membuat
manusia dalam keadaan "seperti mati" akibat dosis tetrodotoksin. Tidak mungkin,
itu hanya cerita non fiksi ilmiah. Lagipula asal cerita itu adalah dari Voodoo
di Haiti , artinya jauh sekali kemungkinan.
Gambar : www.my-walls.org |
Untuk mencari
tahu aku secepatnya membuka internet, aku melihat headline setiap website
berita membahas tentang serangan manusia yang terinfeksi virus zombitinus. Penyebaran yang mulai
terjadi pukul 22.00 WIB , satu jam setelah aku terlelap tidur. Semua penduduk
yang belum terinfeksi dihimbau untuk tidak keluar dari rumah dan mengunci pintu
rapat-rapat.
Sekarang, karena
keadaan cukup mencemaskan, terpaksa aku harus membuat sebuah alat untuk
melindungi diriku. Sebuah besi rongsokan sepanjang 70 cm mungkin cukup kuat
untuk melindungi diri dari macam bahaya yang terjadi tadi. Ya, memang aku tidak bisa seperti gatot kaca
sang pahlawan yang menyelamatkan manusia lain. Pelarian itu terjadi secara
spontan. Mungkin naluri survival ku
yang muncul saat itu. Niatku adalah jangan sampai aksi canibalisme itu terjadi
padaku.
Sebenarnya, perasaan
bingung masih menyelimuti diri . Ada apa ini? Tiba-tiba, Suara raungan manusia
dengan kemeja hijau itu terdengar di garasi.
Ya ampun, aku lupa menutup sisi bagian kiri pagar rumahku yang biasanya
terbuka. Mungkin disitulah dia berhasil masuk ke rumahku ini. Pingsan, itulah
yang hendak tubuh ini lakukan. Namun, hati dan otakku terus meyakinkan untuk
tetap kuat dan melindungi diri.
“Aaaarghh….Aar…”,
manusia liar itu sambil terpincang-pincang berlari menghampiriku. Sambil
menutup mata, ku ayuhkan besi yang kusebut senjata itu. Ayunan itu mengenai
kepala manusia yang mungkin kusebut zombie
itu. Dia terjatuh namun tetap nafsu untuk mendekatiku. Secara spontan aku
lempar dengan palu di sebelahku.
Astaga, apakah
aku telah membunuhnya?? Apakah itu manusia atau monster yang aku bunuh?
Tiba-tiba
seorang anak kecil dari luar menghampiriku. Ya ampun, lagi-lagi aku lupa
menutup pintu samping itu. Siap-siap dengan samurai tumpul aku mulai beraksi
lagi, namun yang kudengar dari anak itu bukanlah suara raungan binatang buas.
“Kakak, Kakak, tolong aku..”, sambil menangis dia menghampiriku.
Mendengar
tangisan kecil itu, aku melepaskan besi di tanganku itu dan menghampiri anak
itu. “Ada apa denganmu? Dimana orang tuamu sekarang dik?”,tanyaku dengan
lembut. “Tadi ibuku membunuh ayahku secara tiba-tiba. Dia kelihatan lapar
sehingga kaki ayahku dimakan. Karena takut, aku langsung ke kamar mengurung diri.”,
kata anak itu sambil bercerita.
“Sekarang dimana
ayahmu?”, tanyaku lagi. “Dia menuju rumah kakak , tadi aku keluar kamar
mengikutinya sambil mengumpat-ngmpat dari belakang. Dan dia terakhir kulihat
menuju rumah kakak.”, jawabnya. Shock
, itulah yang terjadi pada hati kecil ini. Jangan-jangan hubunganya dengan
kejadian tadi. Ya, Anak itu menoleh ke belakangku dan melotot melihat manusia
dengan kemeja hijau yang merupakan ayahnya.
Aku
sungguh merasa bersalah. Aku peluk anak itu agar ia tak merasa takut lagi.
Namun, nampaknya tanganya sedikit terluka. Aku langsung obati dan beranjak
mencari bantuan lagi bersama anak itu. Dengan perlatan dan persediaan yang
serba minim kujelajahi fajar yang telah menyingsih itu. Aku jelaskan alasan
mengapa ayahnya tiba-tiba mati mengenaskan begitu. Sedikit berbohong itulah
yang kulakukan demi menjaga ketenangan hati kecil itu.
Bersambung....
Wow cool ! kapan nih lanjutan cerita nya ? :D
ReplyDeletewkkwk satpam rumah, kaa cepetan lanjutan ceritanyaa :-D
ReplyDeletemantap
ReplyDelete