Manusia.
Ia tak pernah berhenti mencari arah.
Walaupun jalan tiada jelas,
tetaplah ia menjadi bagian dari sebuah jalan.
Tak kenal ketika menjadikan jalan seolah arus yang melaju lurus.
Dahan yang mengalir mengikuti arus.
Tersangku terkilir begitu jua manusia yang menaikinya.
Tiada ia mengapung di atas dahan.
Seolah ia telah terlindung dari buayan setan.
Namun, ttp baginya tersenggol sedikit batu bagaikan terombang karang.
Tiada terkecuali batu sekecil buih.
Manusia itu berguncang.
Dahan ikut retak menumbangkan rasa cahaya bara.
Sebuah ujung air terjun nampak.
Seolah itu ujung kematian.
Ia tak tau bahwa si dahan juga sudah rapuh.
Arus ttp membawanya meski terasa ingin melawanya.
Tak pelak sampai di ujung.
Air terjun menyapa sang pengendara dahan.
Manusia begitu kuat seperti baja, namun ia juga rapuh seperti kaca.
Jakarta, 16 Mei 2014
Annisa Dewanti Putri
Ia tak pernah berhenti mencari arah.
Walaupun jalan tiada jelas,
tetaplah ia menjadi bagian dari sebuah jalan.
Tak kenal ketika menjadikan jalan seolah arus yang melaju lurus.
Dahan yang mengalir mengikuti arus.
Tersangku terkilir begitu jua manusia yang menaikinya.
Tiada ia mengapung di atas dahan.
Seolah ia telah terlindung dari buayan setan.
Namun, ttp baginya tersenggol sedikit batu bagaikan terombang karang.
Tiada terkecuali batu sekecil buih.
Manusia itu berguncang.
Dahan ikut retak menumbangkan rasa cahaya bara.
Sebuah ujung air terjun nampak.
Seolah itu ujung kematian.
Ia tak tau bahwa si dahan juga sudah rapuh.
Arus ttp membawanya meski terasa ingin melawanya.
Tak pelak sampai di ujung.
Air terjun menyapa sang pengendara dahan.
Manusia begitu kuat seperti baja, namun ia juga rapuh seperti kaca.
Jakarta, 16 Mei 2014
Annisa Dewanti Putri
0 comments:
Post a Comment